Rabu, 14 Januari 2015

Aktivis desak presiden batalkan pencalonan Budi Gunawan

Aktivis desak presiden batalkan pencalonan Budi Gunawan

Presiden mengatakan pencalonan Budi Gunawan berjalan terus.
Kontroversi pengajuan Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai calon kepala kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) makin tajam ketika para pegiat antikorupsi mengecam keras dan menyiapkan berbagai langkah lanjutan untuk menggagalkan pencalonan itu.
Presiden Joko Widodo, yang memegang kewenangan mengangkat Kapolri, mengaku sudah mempertimbangkannya dengan cermat.
Di sela-sela kunjungannya di Bandung, Senin kemarin (12/01), ia berkilah sudah mempertimbangkan secara matang pencalonan itu berdasarkan masukan dari Komisi Kepolisian Nasional.
Saat presiden menyampaikan hal itu, sejumlah pegiat antikorupsi mendatangi PPATK, untuk memastikan apakah Jokowi meminta masukan lembaga itu, di antaranya adalah Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional, Dadang Trisasongko.
"Kami dari Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan agar presiden bisa sedikit lebih berbesar hati, untuk mengundang KPK dan PPATK," cetus Dadang.
"Untuk sebuah keputusan yang sangat strategis, sangat penting, seperti memilih Kapolri ini, Jokowi mundur selangkah lah, untuk kebaikan ke depan, dari pada nantinya ujung-ujungnya seperti pemerintahan SBY, banyak menterinya ditangkap KPK," tegas Dadang.
"Itu akan meruntuhkan kredibilitas Presiden Jokowi sendiri."

Pemeriksaan internal

Polisi
Para aktivis meragukan penyelidikan internal Polri dalam kasus 'rekening gendut'.
Dadang Trisasongko menyebutkan, Budi Gunawan diduga tersangkut kasus rekening gendut, yakni rekening bank milik sejumlah jenderal, termasuk Budi Gunawan, yang nilainya puluhan miliar dan dinilai tidak wajar.
Kasus ini mencuat tahun 2010 lalu, namun tak pernah dilanjutkan dengan proses hukum, setelah pemeriksaan internal Mabes Polri menyebutkan bahwa tidak ada yang tidak wajar dalam rekening-rekening itu.
Itulah yang dijadikan dasar Komisi Kepolisian Nasional ketika memasukan nama Budi Gunawan sebagai salah satu dari lima calon Kapolri.
"Kami sebelum mengajukan (nama) itu sudah mendapat hasil klarifikasi dari Mabes Polri terhadap isu-isu itu. Mabes Polri sudah mengirim hasil klarifikasi itu tahun 2010, bahwa yang bersangkutan dinyatakan clear (bersih). Itulah yang menjadi pegangan kami, bahwa Pak Budi Gunawan tak punya masalah dengan rekening (gendut) tadi," kata anggota Kompolnas, Edi Saputra Hasibuan.
Hasil pemeriksaan internal Polri itu diragukan kredibilitasnya oleh para pegiat antikorupsi.
Lebih-lebih setelah Polri tak mau membuka hasil pemeriksaan itu kepada publik, bahkan setelah diperintahkan Komisi Informasi Publik atas gugatan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Anggota badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho menyebutkan, sebetulnya setidaknya sudah dua kali PPATK menyampaikan catatan tentang Budi Gunawan kepada pemerintah.
Pertama waktu Kompolnas meminta masukan PPATK untuk pencalonan Kapolri pengganti Timur Pradopo. Yang kemudian memperoleh jabatan Kapolri saat itu adalah Jenderal Sutarman, yang masih menjabat sampai sekarang.
Kedua, waktu penyaringan nama-nama calon menteri Kabinet Kerja Jokowi.
"Saya menduga di dua proses itu nama Budi Gunawan patut diduga tidak mendapat persetujuan KPK dan PPATK," kata Emerson.
"Karenanya cara yang diambil Jokowi sekarang, tidak melibatkan kedua lembaga itu, karena kemungkinan akan ada stabilo merah buat Budi Gunawan," tegas Emerson lagi.
Ketua bidang hukum dan monitoring peradilan ICW ini menjelaskan, data yang diperolehnya serta investigasi majalah Tempo menunjukkan, di rekening Budi Gunawan dan anaknya, terdapat transaksi mencapai kebih dari Rp50 miliar dari pihak yang bermasalah secara hukum.
Karena itu Emerson memprakarsai petisi menolak pencalonan Budi Gunawan.
Namun Presiden Jokowi bergeming. Ia mengatakan, pencalonan berjalan terus dan kini tinggal menunggu proses di DPR.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/01/150112_kapolri_kontroversi

Komisi III DPR tetap akan menguji Komjen Budi Gunawan


Komisi III DPR mengatakan tetap akan menguji Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.

Komisi III DPR Rabu pagi (14/1) berencana melangsungkan uji kelayakan dan kepatutan terhadap pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri, kendati telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sementara Presiden Jokowi juga belum memutuskan untuk membatalkan pencalonan itu walau dikritik berbagai pihak.
Dalam jumpa pers bersama, sejumlah anggota Komisi III yang mengunjungi rumahnya di kawasan Duren Tiga Jakarta, Budi Gunawan menegaskan akan datang di fit and proper test DPR serta menjelaskan semua kasusnya yang poluler dengan sebutan "rekening gendut."
"Nanti kita ikuti prosesnya," katanya di hadapan puluhan wartawan. Budi Gunawan menegaskan bahwa kasusnya sudah selesai.
"Hal-hal (rekening gendut) itu sudah dipertanggungjawabkan, sudah ditindaklanjuti oleh Bareskrim tahun 2010, dan sudah ada clearance-nya. Clearance dari Polri itu kan produk hukum, memiliki kekuatan hukum (pula)," kata Budi Gunawan.
Presiden Jokowi yang menyodorkan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR, mengaku terkejut dan tidak menyangka calonnya akan ditetapkan sebagai tersangka KPK, seperti dilaporkan Tempo.

Hormati KPK

Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dikutip Tempo menyebut Jokowi menghormati ketetapan KPK, namun Presiden belum mengambil keputusan soal kelanjutan pencalonan Budi Gunawan.
Penentangan atas pencalonan itu sudah bermunculan dalam beberapa hari, namun Jokowi bergeming.
Hingga kemudian, Selasa (13/1) kemarin Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka perkara korupsi oleh Ketua KPK, Abraham Samad.
Samad menjelaskan kepada wartawan, "KPK menemukan lebih dari dua alat bukti ... dan menetapkan sebagai tersangka, Komjen BG, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji."
Abraham Samad menambahkan dugaan korupsi dilakukan Budi Gunawan saat menjabat sebagai Kepala Biro di Polri, tahun 2003-2006.
Wartawan menyambut gemuruh saat Samad menyebut "sebagai tersangka…. komjen BG" namun para anggota DPR menyambut langkah itu dengan kemarahan.
Komisi III yang membidangi hukum, secara demonstratif mengunjungi rumah Budi Gunawan beberapa puluh menit setelah penetapan KPK. Mereka datang untuk memulai proses awal menjelang uji kelayakan dan kepatutan terhadap Budi Gunawan.

Mengapa hanya Budi Gunawan?

Masinton Pasaribu, eks aktivis mahasiswa yang kini anggota DPR Komisi III dari PDI Perjuangan menandaskan, Komisi III akan tetap memproses pencalonan Budi Gunawan seraya menuding KPK melakukan politisasi.
"Ada beberapa jenderal yang terindikasi rekening gendut itu. Tapi kenapa hanya Budi Gunawan yang diumumkan jadi tersangka," cetus Masinton.
"Itu kita lihat KPK melakukan politisasi hukum, upaya untuk mencegah pak Budi Gunawan dijadikan Kapolri."
Masinton mempertanyakan pula mengapa baru sekarang KPK mengambil langkah itu.
Tudingan itu ditepis Sekjen Transparansi Internasional Indonesia, Dadang Trisasongko yang sejak awal sudah menuntut Presiden Jokowi membatalkan pencalonan Budi Gunawan.
"Kan KPK selama ini begitu prosedurnya. Kalau cukup bukti, ya (langkah diambil)," kata Dadang.
KPK sendiri menegaskan sejak cukup awal memberi masukan pada Presiden Jokowi, bahkan pernah memberi catatan "merah" pada nama Budi Gunawan saat dicalonkan sebagai menteri beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, keputusan Presiden Jokowi saat menunjuk Jaksa Agung Agung, M. Prasetyo, juga mendapat kritikan dari beberapa pihak.

http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/01/150114_polisi_jokowi

Komisi III DPR mengadakan uji kepatutan dan kelayakan untuk calon Kapolri.

Komisi III DPR mengadakan uji kepatutan dan kelayakan untuk calon Kapolri.
Komjen Budi Gunawan memaparkan transaksi keuangan dan harta kekayaannya di hadapan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dalam uji kepatutan dan kelayakan calon Kapolri, Rabu (14/01).
Dia membenarkan bahwa terdapat beberapa transaksi keuangan dalam rekeningnya. Namun, menurutnya, transaksi-transaksi itu berkaitan dengan kegiatan bisnis keluarga.
"Transaksi itu melibatkan pihak ketiga selaku kreditur. Hal itu dikuatkan dengan adanya perjanjian kerja sama, antara lain dengan pihak Pacific Blue International Limited," ujarnya.
Budi kemudian menyatakan transaksi keuangan tersebut legal dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum lantaran laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah ditindaklanjuti oleh Badan Reserse Kriminal Polri melalui surat nomor B 1538 tahun 2010.
"Hasil penyelidikan disimpulkan sebagai transaksi yang wajar, tidak terdapat perbuatan melanggar hukum dan tidak terdapat kerugian negara," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Budi mengatakan telah menyampaikan Laporan Harta kekayaan Pejabat Negara (LHKP) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak dua kali, yaitu pada 19 Agustus 2008 dan 23 Juni 2013.
Saat pelaporan pertama, kata Budi, ada beberapa barang atau benda yang surat kepemilikannya belum selesai. Namun, itu dilengkapi pada pelaporan kedua.
Harta Budi meliputi tanah di Gadog, Bogor dan rumah susun. Tanah diperoleh kurang lebih Rp300 juta pada 2005, sedangkan perkiraan harga saat ini Rp2,3 miliar.
Kemudian rumah susun diperoleh pada 2004 seharga Rp508 juta, sementara perkiraan harga saat ini Rp2,5 miliar.
"Seluruh harta kekayaan yang saya miliki saya peroleh dengan sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Tiada niat kami untuk merekayasa dan menutupi," kata Budi.
Komjen Budi Gunawan ialah calon tunggal Kapolri dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Tersangka

Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka perkara korupsi oleh Ketua KPK, Abraham Samad, pada Selasa (13/01).
Dugaan korupsi dilakukan Budi Gunawan saat menjabat sebagai Kepala Biro di Polri, tahun 2003-2006.
Rekening bank milik sejumlah jenderal, termasuk Budi Gunawan, nilainya puluhan miliar dan dinilai tidak wajar.
Kasus ini mencuat tahun 2010 lalu, namun tak pernah dilanjutkan dengan proses hukum, setelah pemeriksaan internal Mabes Polri menyebutkan bahwa tidak ada yang tidak wajar dalam rekening-rekening itu.
Itulah yang dijadikan dasar Komisi Kepolisian Nasional ketika memasukan nama Budi Gunawan sebagai salah satu dari lima calon Kapolri.
Namun, hasil pemeriksaan internal Polri itu diragukan kredibilitasnya oleh para pegiat antikorupsi.
Lebih-lebih setelah Polri tak mau membuka hasil pemeriksaan itu kepada publik, bahkan setelah diperintahkan Komisi Informasi Publik atas gugatan Indonesian Corruption Watch (ICW)

Presiden Joko Widodo mengatakan akan menunggu keputusan Sidang Paripurna DPR.

Presiden Joko Widodo mengatakan akan menunggu keputusan Sidang Paripurna DPR.
Presiden Joko Widodo belum mengubah keputusannya atas pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Dalam konferensi pers yang disiarkan beberapa stasiun TV di Indonesia, presiden yang akrab dipanggil Jokowi itu menegaskan bahwa dia menghargai keputusan KPK yang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi.
"Namun kita juga menghormati proses politik dan menunggu sidang paripurna DPR dan setelah selesai itu baru akan kita putuskan kebijakan apa yang akan kita ambil," jelasnya.
Sidang paripurna DPR terkait dengan pencalonan Komjen Budi Gunawan rencananya baru akan dilakukan pada Kamis 15 Januari.
Presiden menambahkan bahwa dia mendapat masukan Kompolnas saat mengajukan nama Budi Gunawan, dan bertanya soal rekening serta mendapat jawaban bahwa Budi Gunawan sudah mendapat clearance.
Ketika menyatakan hal tersebut, Jokowi memperlihatkan hasil pemeriksaan Mabes Polri yang menyebut rekening itu wajar
mendapat masukan dari Kompolnas pada hari Selasa terkait dengan pencalonan Komjen Budi Gunawan.
Hari Rabu (14/01), Komisi III DPR sudah melakukan uji kepatutan dan kelayakan atas Komjen Budi Gunawan.
Pada kesempatan itu, Budi membenarkan bahwa terdapat beberapa transaksi keuangan dalam rekeningnya namun, transaksi-transaksi itu berkaitan dengan kegiatan bisnis keluarga.
Penunjukan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri oleh Presiden Jokowi mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat umum.
Sebelumnya, kontroversi juga muncul saat presiden menunjuk M. Prasetyo sebagai jaksa agung karena menurut beberapa pegiat HAM, rekam jejaknya dalam penegakan hukum perlu dipertanyakan.